Pages

Ads 468x60px

Labels

Recomended

Download

Sabtu, 21 Juni 2014

PENDIDIKAN DALAM ARTIS LUAS




Makalah
Bagan Ringkas Yang Menampilkan 6 Karakteristik Pendidikan Dalam Arti Luas Dan Sempit

DI
S
U
S
U
N
OLEH
Kelompok 1 :

MAISARAH
MIFTAHUL JANNAH


 






YAYASAN BINA BUMI PERSADA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BUMI PERSADA LHOKSEUMAWE ACEH
TAHUN AJARAN 2012-2014
Pendahuluan

             Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya. Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat dalam dunia pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai buah refleksinya. Makalah singkat ini mencoba mengungkap makna education, Tarbiyah, pendidikan yang terkadang dimaknai secara sempit. Padahal pendidikan memiliki makna yang amatluas.


















SOAL :  Buatlah bagan ringkas yang menampilkan 6 karakteristik pendidikan dalam arti luas dan sempit

Pendidikan dalam Arti Luas
Dalam arti luas, hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup (life is education, and education is life). Maksudnya bahwa pendidikan adalah segala pengalaman hidup (belajar) dalam berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi pertumbuhan atau perkembangan individu.
Dalam arti luas, pendidikan memiliki karakteristik sebagai berikut:
·         Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup individu,  tidak ditentukan oleh orang lain, 
·         Pendidikan berlangsung kapan pun, artinya berlangsung sepanjang hayat (life long education). Karena itu pendidikan berlangsung  dalam konteks hubungan individu yang bersifat multi dimensi, baik dalam hubungan individu dengan Tuhannya, sesama manusia, alam,  bahkan dengan dirinya sendiri.
·         Dalam hubungan yang besifat multi dimensi itu, pendidikan berlangsung melalui berbagai bentuk kegiatan, tindakan, dan kejadian, baik yang pada awalnya disengaja untuk pendidikan maupun yang tidak disengaja untuk pendidikan.
·         Pendidikan berlangsung bagi siapa pun. Setiap individu – anak-anak atau pun orang dewasa, siswa/mahasiswa atau pun bukan siswa/mahasiswa – dididik atau mendidik diri.
·         Pendidikan berlangsung dimana pun. Pendidikan tidak terbatas padaschooling saja. Pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah,  masyarakat, dan di dalam lingkungan alam dimana individu berada. Pendidik  bagi individu tidak terbatas pada pendidik profesional.


Pendidikan dalam Arti Sempit
Dalam arti sempit, pendidikan dalam prakteknya identik dengan persekolahan(schooling), yaitu pengajaran formal di bawah kondisi-kondisi yang terkontrol.
Dalam arti sempit, pendidikan memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Tujuan pendidikan dalam arti sempit ditentukan oleh pihak luar individu peserta didik. Sebagaimana kita maklumi, tujuan pendidikan   suatu sekolah atau tujuan pendidikan suatu kegiatan belajar-mengajar di sekolah tidak dirumuskan dan ditetapkan oleh para siswanya.
2.      Lamanya waktu pendidikan bagi setiap individu dalam masyarakat cukup bervariasi, mungkin kurang atau sama dengan enam tahun, sembilan tahun bahkan lebih dari itu. Namun demikian terdapat titik terminal pendidikan yang ditetapkan dalam satuan waktu.
Pendidikan dilaksanakan di sekolah atau di dalam lingkungan khusus yang diciptakan  secara sengaja untuk pendidikan dalam konteks program pendidikan sekolah.
Dalam pengertian sempit, pendidikan hanyalah bagi mereka yang menjadi peserta didik (siswa/mahasiswa) dari suatu lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi).
Pendidikan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar yang terprogram dan bersifat formal atau disengaja untuk pendidikan dan terkontrol.
Dalam pengertian sempit, pendidik bagi para siswa terbatas pada pendidik profesional atau guru.
1.      Dalam arti sempit, pendidikan memiliki karakteristik sebagai berikut:
Tujuan pendidikan dalam arti sempit ditentukan oleh pihak luar individu peserta didik. Sebagaimana kita maklumi, tujuan pendidikan suatu sekolah atau tujuan pendidikan suatu kegiatan belajar-mengajar di sekolah tidak dirumuskan_dan_ditetapkan_oleh_para_siswanya. 

Lamanya waktu pendidikan bagi setiap individu dalam masyarakat cukup bervariasi, mungkin kurang atau sama dengan enam tahun, sembilan tahun bahkan lebih dari itu. Namun­_demikian_terdapat_titik_terminal_pendidikan yang_ditetapkan_dalam_satuawaktu.  Pendidikan dilaksanakan di sekolah atau di dalam lingkungan khusus yang diciptakan secara sengaja untuk pendidikan dalam konteks program pendidikan sekolah. Dalam pengertian sempit, pendidikan hanyalah bagi mereka yang menjadi peserta didik (siswa/mahasiswa) dari suatu lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi). Pendidikan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar yang terprogram dan bersifat formal atau disengaja untuk pendidikan dan terkontrol. Dalam pengertian sempit, pendidik bagi para siswa terbatas_pada_pendidik_profesional_atau_guru. 

KARAKTERISTIK PENDIDIKAN MENURUT CHARLOTTE MASON
Apa kekhasan pendidikan Charlotte Mason dibandingkan sistem pendidikan dan metode homeschooling lainnya? Ide-ide pendidikan apa saja yang ia tawarkan kepada kita? Dengan enam volume buku yang masing-masing tebalnya 300-an halaman dan berbagai artikel lepas yang ia tulis, mustahil meringkas semua pemikirannya ke dalam beberapa butir saja. Tetapi demi mendapatkan suatu tinjauan umum sebelum memutuskan apakah Anda menyukainya, saya ingin membantu Anda memahami konsep-konsep kunci dari metode Charlotte Mason.

1. Pendidikan Liberal
Di era Victoria, masyarakat Inggris sangat tersekat oleh kelas-kelas sosial. Hanya anak-anak dari keluarga kaya yang berkesempatan mencicipi pendidikan dan kehidupan yang berbudaya, sementara anak-anak miskin dipandang rendah dalam martabat maupun kapasitas -- dalam istilah Jawa: bibit, bebet, bobot. Diskriminasi juga berlaku dalam hal gender; hak untuk pendidikan tinggi hanya untuk anak laki-laki. Anak perempuan cukup belajar keterampilan rumah tangga saja karena kelak ia 'hanya' akan menjadi ibu. Charlotte menolak semua diskriminasi itu. Baginya semua anak sama-sama mampu dan berhak untuk mengenyam pendidikan sebaik mungkin. Lewat metode pendidikannya, ia membuktikan bahwa jika prinsip-prinsip pendidikan yang benar dijalankan,  "anak yang cerdas akan dipuaskan, dan anak yang lamban dicerdaskan".

2. Karakter sebagai Tujuan
Seorang anak harus dibesarkan bukan cuma untuk menjadi kebanggaan bagi dirinya sendiri atau keluarganya, tapi juga bagi bangsanya, umat manusia, serta Tuhan. Oleh karena itu, urusan pendidikan bagi Charlotte bukan cuma soal mata pelajaran verbal-matematis atau keterampilan untuk mencari nafkah. Tujuan utama pendidikan adalah pembangunan karakter yang luhur dalam diri anak. "Bakat, IQ, kejeniusan, banyak terkait faktor genetik; namun karakter adalah prestasi, suatu pencapaian nyata yang terbuka kemungkinannya bagi siapa saja, baik bagi kita orang dewasa maupun bagi anak-anak kita; dan kehebatan sejati dalam sebuah keluarga atau seorang individu dinilai dari karakternya. Orang-orang besar kita anggap besar semata-mata karena kekuatan karakter mereka." (Charlotte Mason, vol. 2 p. 72)

3. Buku-buku Berkualitas (living books)
Charlotte mengibaratkan pikiran anak ibarat tubuh jasmani yang perlu makanan yang bergizi. Gizi itu adalah ide-ide inspiratif -- “pikiran-pikiran akbar, peristiwa-peristiwa akbar, perenungan-perenungan akbar” (Vol. 6 h. 5) yang membentuk bangsa dan dunia kita -- yang ditransfer "dari pikiran ke pikiran" terutama lewat buku-buku. Maka, Charlotte tak pernah lelah menekankan pentingnya menyajikan buku-buku terbaik sebagai materi pelajaran anak: ditulis langsung oleh si pemikir, tidak diringkas menjadi buku teks atau lembar kerja siswa yang garing; ide itu musti dibaca secara utuh, bukan hanya dicuplik sana sini dan diberikan kepada anak secara sepotong-sepotong.
4. Kurikulum yang Kaya (generous curriculum)
Selain bergizi, nutrisi pikiran perlu bervariasi. Setiap anak itu unik, kita tidak pernah tahu ide mana yang membangkitkan minatnya, maka kita musti menyediakan kurikulum yang sekaya mungkin. Sastra, puisi, sejarah, geografi, sains, agama, bahasa asing, matematika, hasta karya, pertukangan, studi karya seni -- daftar ini masih berlanjut jika kita ingin menyebut semua mata pelajaran yang terdaftar dalam kurikulum sekolah Charlotte, dan materinya haruslah karya-karya terbaik yang mungkin diperoleh untuk subjek itu.
5. Durasi Belajar Pendek (short lessons)
Jam belajar di sekolah Charlotte untuk usia sekolah dasar kurang lebih 3-4 jam sehari, dimulai jam 9 dan diakhiri pada jam makan siang. Bagaimana mungkin mempelajari begitu banyak subjek dalam waktu begitu singkat? Kuncinya adalah prinsip durasi belajar yang pendek. Charlotte sangat memahami tahap perkembangan anak yang belum mampu mempertahankan atensi dalam waktu lama. Daripada belajar lama-lama tapi pikiran anak melayang ke mana-mana, lebih efektif belajar dalam waktu singkat tapi anak diajari berkonsentrasi penuh. Pada usia sekolah dasar, Charlotte hanya merekomendasikan 10-20 menit untuk satu pelajaran.
6. Narasi
Charlotte menganggap teknik terbaik untuk mengevaluasi seberapa banyak pengetahuan yang bisa anak serap dari materi pelajarannya adalah narasi, bukan soal pilihan ganda, "isilah titik-titik di bawah ini", dan tes-tes komprehensi semacamnya. Narasi berarti meminta anak menceritakan kembali apa yang ia tangkap dari bahan bacaannya. Dengan membuat narasi, anak melatih semua keterampilan intelektualnya sekaligus -- memori, imajinasi, daya nalar, retorika.

8. Tidak Ada Kompetisi
Motivasi anak untuk belajar semestinya berasal dari rasa ingin tahu yang secara alamiah tertanam dalam dirinya sejak lahir. Charlotte menolak segala macam pemeringkatan, pemberian hadiah-hadiah, dan motivasi lain yang bersifat kompetitif karena itu akan membuat anak tergantung kepada dorongan eksternal dan akhirnya menggantikan, atau bahkan mematikan, kecintaan belajarnya yang alami. 
7. Tidak Ada PR
Bermain, kata Charlotte, harus dipandang sama pentingnya dengan belajar. Hidup anak tidak boleh terlalu tersita oleh pelajaran akademis. Waktu dari pagi hari setelah sarapan sampai jam makan siang sudah cukup untuk menggarap subjek-subjek intelektual yang menguras mental. Setelah itu biarkan anak bermain bebas, berjalan-jalan di alam terbuka, dan menggarap proyek-proyek lain yang ia sukai. Maka, sekolah Charlotte tidak pernah memberikan PR kepada para siswanya.
8. Cara Belajar Siswa Aktif
Charlotte menganut hukum emas Comenius, "Hendaknya guru mengajar lebih sedikit supaya siswa belajar lebih banyak". Bolak-balik dalam tulisannya ia mengingatkan para pendidik untuk tidak mengambil alih peran anak dalam mencerna pelajaran. Biarlah anak belajar langsung dari para pemikir besar dalam buku-buku yang ia baca, lalu menyimpulkan sendiri makna dan pesan moral yang tersimpan di dalam buku-buku itu. Metode ini melepaskan beban mengajar dari pundak guru, sekaligus mengkondisikan anak menjadi pembelajar mandiri dengan kekuatan mental yang semakin bertambah karena terus dilatih menyerap sendiri pengetahuan.
9. Akrab dengan Alam (outdoor life & nature study)
Khususnya pada enam sampai tujuh tahun pertama usianya, Charlotte berharap agar anak-anak dibiarkan untuk menjelajah dunia sebebas mungkin. Orangtua tidak perlu membebani mereka dengan pelajaran formal seperti belajar membaca, menulis, atau berhitung. Pada usia emas ini, urusan anak adalah menjelajah alam semesta dan isinya (nature study). Salah satu saran Charlotte bagi anak-anak usia dini – yang barangkali terasa nyeleneh di era digital ini – adalah supaya mereka banyak-banyak menghabiskan waktu bermain dan menjelajah di alam terbuka (out-of-door life). Tidak hanya 1-2 jam, Charlotte menyebutkan target ideal 4-6 jam dalam sehari! Nantinya ketika pelajaran akademis telah dimulai, kegiatan di luar ruangan dan nature study ini lebih diarahkan untuk mengembangkan kebiasaan ilmiah anak: daya perhatian, kecermatan observasi, kebiasaan mencatat dengan teliti apa yang diamati di alam, dan seterusnya
10. Habit Training dan Keteladanan
Satu hal yang membuat saya terpikat begitu mengenal metode Charlotte Mason adalah konsepnya tentang habit trainingsebagai teknik praktis pendidikan karakter. Education is a discipline, kata Charlotte. Disiplin itu berarti orangtua secara terencana dan sistematis melatihkan kebiasaan-kebiasaan baik ke dalam hidup sehari-hari anak. Seorang anak yang telah terbiasa memikirkan perkara-perkara mulia dan luhur, sampai kebiasaan itu terbentuk sebagai karakternya, akan lebih sulit mengubah dirinya menjadi pribadi yang suka berpikir jahat. Charlotte mengumpamakan habit training ini seperti proses memasang rel-rel kereta api. Sudahkah orangtua secara serius memikirkan jalur mana yang musti ditempuh anak agar gerbong-gerbong kehidupannya bisa sampai ke stasiun tujuan? Maka ke sanalah sepatutnya mereka secara konsistenmemasang lintasan-lintasan yang nyaman untuk dilewati agar “si pelancong kecil bisa melaju dengan kecepatan penuh”. Yang tak kalah penting adalah prinsip Education is an atmosphere, anak menyerap pengaruh lingkungan sama seperti ia menghirup udara untuk bernafas, maka orangtua dan guru musti bertindak selaras dengan perannya sebagai pemberi inspirasi bagi anak-anak. Seperti kata Naomi Aldort, raising children is raising ourselves, mendidik anak-anak pada hakikatnya adalah mendidik diri sendiri.



Kesimpulan

Pendidikan menurut bahasa Yunani : berasal dari kata pedagogi, yaitu dari kata “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing.
Pendidikan dalam arti mikro (sempit) merupakan proses interaksi antara pendidik dan peserta didik baik di keluarga, sekolah maupun di masyarakat. Namun pendidikan dalam arti sempit sering diartikan sekolah (pengajaran yang di selenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal, segala pengaruh yang di upayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan-dan-tugas-tugas-sosial-mereka).Sedangkan pendidikan dalam arti makro (luas) adalah proses interaksi antara manusia sebagai individu/ pribadi dan lingkungan alam semesta, lingkungan sosial, masyarakat, sosial-ekonomi, sosial-politik dan sosial-budaya. Pendidikan dalam arti luas juga dapat diartikan hidup (segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu, suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang--hayat-sejak-manusia-lahir).
Penutup
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Ilahi Rabb atas pertolongan-Nyalah penyusunan makalah ini dapat selesai tepat waktu. namun demikian kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari sisi substansi isi maupun teknis penulisan. itu semua terpulang kepada kami dan secara akademik menjadi tanggung jawab kami pula. Untuk itu segala bentuk saran, masukan, koreksi maupun kritik sangat kami nantikan dan harapkan dalam kerangka mencari kebenaran serta guna memperbaiki kualitas makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA


Hadikusumo, Kunaryo, dkk, Pengantar Pendidikan, Semarang : IKIP Semarang Press, 1996
Freire, Paulo, Pendidikan Kaum Tertindas, Yogyakarta: LP3ES, 1999
Umar, Tirtarahardja dan La Sulo, S.L. Pengantar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2005
UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989
UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003
Warta Politeknik Negeri Jakarta, April 2007

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

bisnis online

  • banners
  •